Halaman

Sabtu, 13 April 2013

MENGEMBANGKAN KREATIVITAS DAN KEMAMPUAN BERFIKIR LOGIS PADA ANAK USIA DINI



Menurut Mayesky kreativitas adalah cara berfikir dan bertindak atau membuat sesuatu yang asli dari dirinya dan mempunyai nilai bagi diri sendiri atau orang lain. Sedangkan Wycof memberi batasan kreativitas adalah sesuatu yang dilihat oleh orang lain disekitar kita, tetapi membuat keterkaitan yang tidak terpikir oleh orang lain.
Torrance dalam Mayesky memberikan 25 macam karakteristik individu yang kreatif, yaitu : dapat menerima ketidakaturan (disorder), berani mengambil resiko, sikap yang kuat, mengutamakan kepentingan orang lain (altruistik), menyadari pihak lain, selalu mengagumi segala hal, tertarik pada ketidakaturan, tertarik pada misterius, mencoba pekerjaan yang sulit (kadang-kadang terlalu sulit), kelihatan sangat pemalu, bersikap konstruktif dalam kritik, bersemangat, mendalam dan sadar atas kepercayaannya, menentang konvensi kesopan-santunan, menentang konvensi kesehatan, berkeinginan untuk unggul, tegas, perasaan tidak puas, mengganggu keteraturan, menonjol (bukan dalam arti kekuasaan), emosional, kepekaan emosional, energik, pencari kesalahan, tidak takut dikatakan berbeda, merasa parede secara keseluruhan “langkah yang menyimpang”, dan keinginantahuan yang sepenuhnya.
Langkah terpenting yang dapat diambil para guru untuk mendorong kreativitas adalah dengan meyakinkan pengertian siswa bahwa kreativitas mereka akan dihargai. Gardner dalam Woolfolk menyatakan bahwa individu yang sering membuat terobosan  kreatif yang amat penting cenderung awalnya berasal dari sebagai penjelajah, inovator, dan pemikir. Munculnya kreativitas siswa dapat di dorong melalui interaksi sehari-hari dengan cara guru melakukan brainstorming (curah gagasan). Brainstorming merupakan sarana pengembangan ide-ide yang bagus pada siswa.
Secara garis besar dapat dinyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kreativitas anak dapat dibedakan dalam dua hal. Pertama, faktor internal atau bawaan alamiah, misalnya inteligensi. Anak yang pandai pada umumnya menunjukkan kreativitas yang lebih tinggi dari pada ana yang kurang inteligensinya. Faktor eksternal adalah pengaruh lingkungan. Perbedaan perlakuan sosial terhadap laki-laki dan perempuan membuat laki-laki pada umumnya lebih kreatif dari pada perempuan. Akibat perlakuan keluarga, apabila pada situasi dan kondisi suatu keluarga itu sama, maka kadang-kadang anak tunggal dan anak lahir belakangan lebih kreatif daripada anak pertama. Terdapat anak dari keluarga kecil lebih kreatif dari pada anak dari keluarga besar. Jadi, perkembangan (positif atau negatif) kreativitas anak tidak saja bergantung pada faktor bawaan atau bakat.
Kreativitas dalam diri anak tidak akan berkembang jika tidak dipupuk dan dikembangkan sejak usia dini. Untuk itu peran guru dalam mengembangkan kreativitas sangat penting. Guru dituntut untuk kreatif,  apalagi guru untuk anak usia dini. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengembangkan kreativitas anak terutama pada anak usia dini adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk bertindak kreatif dengan melakukan eksperimen dan bereksplorasi.
Anak usia dini sesungguhnya senang melakukan kegiatan yang penuh imaginatif dan menyenangkan, sehingga anak senang melakukan eksplorasi dengan lingkungan dan senang mencoba sesuatu yang baru dikenalnya. Untuk mengembangkan kreativitas dan kemampuan berfikir logis pada anak dapat dilakukan dengan mengajak anak untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan. Kegiatan yang menyenangkan tersebut dapat berupa permainan maupun mengajak anak bereksplorasi dengan lingkungannya. Bermain bagi anak merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan. Saat bermain anak akan meresa rileks, gembira dan dapat mengekspresikan jiwanya.
Kreativitas anak perlu dipupuk antara lain berwujud (Soegeng Santoso, 2002):
a.    Menghargai pendapat orang
b.    Kesempatan untuk berfikir, berkhayal
c.    Kesempatan untuk memutuskan sendiri
d.    Menghargai pendapat orang lain
e.    Membenghargai sesuatu yang dihasilkan orang lain
f.     Memberikan pujian.

Referensi :
Makalah seminar Prof. Dr. Soegeng Santoso, M.Pd tgl 21 mei 2005. MENGEMBANGKAN KREATIVITAS DAN KEMAMPUAN BERFIKIR LOGIS PADA ANAK USIA DINI.

Senin, 11 Februari 2013

PENGATURAN GAME KOMPUTER DI PRA-SEKOLAH: TANTANGAN DIDACTICAL KETIKA KOMERSIAL PERMAINAN KOMPUTER YANG DITERAPKAN DI PENDIDIKAN TK




Program Pendidikan Anak Usia Dini khususnya pendidikan prasekolah pada prinsipnya berazaskan bermain sambil belajar, mengingat anak pada umur itu (2 s.d 8 tahun) masih senang bermain, oleh karena itu tujuan yang diharapkan pendidik akan berhasil jika pelaksanaannya dilakukan dengan cara bermain. Anak senang sekali bermain disetiap tempat, di rumah, di sekolah, di masyarakat dan dimana saja. Suasana bermain perlu diciptakan oleh pendidik. Kalau anak dalam keadaan senang, pertumbuhan dan perkembangannya akan berjalan lancar, pembawaan dan minatnya akan mendapat pelayanan yang baik pula. Kemampuan yang ia miliki akan terpupuk, akhirnya kemampuan tersebut dapat dimanfaatkan oleh orang yang lain.
Untuk itu, rancangan lingkungan, mainan dan peralatan kegiatan dan fasilitas bermain serta penjelajahan harus mencerminkan kesadaran akan motivasi diri anak. Pengasuh menyediakan proses bermain yang memotivasi belajar dan menciptakan setiap pengalaman belajar, mencari cara untuk memanfaatkan hasrat alami anak untuk belajar dan lalu mengembangkan, menyesuaikan dan mendorong apa yang mereka amati, mendorong anak-anak untuk merasa nyaman dengan dirinya sendiri sebagai pembelajar.
Dalam perkembangan teknologi sekarang ini, mendesak dunia mendidikan untuk mengakomodasi teknologi sebagai bagian dari pendidikan, khususnya sebagai media pembelajaran, sehingga pemerintah Norwegia melahirkan sebuah kebijakan tentang penggunaan teknologi sejak usia dini dan penggunaan alat digital, permainan komputer sebagai bagian alami dari rutinitas sehari-hari dan merupakan bagian dari kurikulum lokal di taman kanak-kanak. Anak-anak diberikan kesempatan untuk mengalami pengalaman bahwa alat digital dapat menjadi sumber untuk bermain, komunikasi dan penggabungan pengetahuan. Dengan kebijakan ini menunjukkan bahwa layanan pendidikan yang diberikan kepada anak prasekolah Norwegia menekankan teori belajar konstruktivistik, anak-anak dianggap sebagai aktif co-konstruktor pengetahuan mereka sendiri.
Game Komputer saat ini telah menjadi strategi populer sebagai media pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh banyak negara di seluruh dunia. Potensi belajar dari game tidak hanya ditemukan dalam isi dan bentuk permainan tetapi juga pada kesempatan anak-anak untuk mengamati dan merenungkan permainan mereka sendiri, teknologi game menawarkan permainan dengan cara pilihan yang kreatif, menawarkan kesempatan untuk belajar. Ini berarti bahwa permainan memberikan konten pada anak untuk bermain dengan alat-alat yang membuat anak dapat bermain sendiri. Sehingga game memberikan kontribusi yang kuat untuk belajar dan perkembangan anak.
Sampai saat ini telah ada beberapa penelitian penggunaan dan dampak dari game komputer dalam konteks didactical dalam Pendidikan Anak Usia Dini, guru Ljung-Djärf menemukan bahwa permainan komputer yang dilaksanakan di TK melalui tiga jenis kegiatan dengan berbagai tingkat partisipasi guru: (1) kegiatan wajib, (2) kegiatan sukarela dan (3) kegiatan sukarela yang diatur oleh guru pra-sekolah. Peran guru pra-sekolah bervariasi dari rendah ke partisipasi yang tinggi sesuai dengan ketiga jenis kegiatan. Guru bisa mengendalikan, berpartisipasi, memfasilitasi, menyarankan, mengizinkan, atau membantu atas permintaan. Secara umum guru pra-sekolah menganggap penggunaan komputer dan permainan komputer bermanfaat bagi anak-anak. Di sisi lain, mereka tidak puas dengan cara anak-anak cenderung menggunakan komputer dan game jika game tersebut tidak berada di bawah pengawasan dan kontrol dari guru pra-sekolah. Selanjutnya, dalam penelitian Alexandersson, Linderoth, dan Lindo mengatakan bahwa guru-guru pra sekolah jarang campur tangan atau terlibat bersama anak-anak dalam permainan game. Disatu sisi,  Jernes, Alvestad, dan Sinnerud (2010) dalam studi mereka mendapatkan fakta bahwa tampak ada ketegangan dalam sikap praktisi terhadap peran guru ketika TIK diterapkan di TK. Di satu sisi guru pra-sekolah ingin melibatkan diri dengan membimbing dan mengatur kegiatan, di sisi lain, mereka menganggap penggunaan teknologi digital dan program kegiatan bermain bahwa anak-anak harus bebas mengeksplorasi diri.
Dalam artikel ini, Fokus penelitiannya adalah implikasi didactical ketika komersial permainan komputer pendidikan digunakan dalam taman kanak-kanak Norwegia. untuk mendeskripsikan dan menganalisis apa yang terjadi ketika permaianan game digital dibawa ke dalam situasi didaktik dan anak dan guru bertemu melalui konten permainan.
Survei menunjukkan bahwa 61% dari taman kanak-kanak Norwegia menyediakan permainan komputer untuk anak-anak sebagai suatu kegiatan. Selain itu, 91% dari manajer TK menjawab bahwa mereka pikir sebagian besar anak-anak belajar dari bermain, dan 86% bahwa game, sebagian besar atau sangat besar adalah untuk kegiatan sosial. Hal ini juga ditekankan oleh guru pra-sekolah bahwa Ide game adalah permainan harus menjadi suplemen, cara baru bagi anak-anak untuk belajar. 
Guru prasekolah menganggap penggunaan permainan komputer sebagai tantangan didactical dinyatakan secara tidak langsung maupun secara langsung dalam wawancara. Salah satu aspek dari komentar pra-sekolah guru adalah bahwa mereka memandang permainan komputer dalam pendidikan sebagai alat untuk belajar materi serta mengembangkan keterampilan sosial selain wawasan teknologi dan keterampilan teknis. Dalam game siswa dapat belajar Bahasa, komunikasi, matematika, angka, perhitungan, ukuran, set, bentuk geometris dan warna, tetapi juga bergantian menunggu giliran, saling membantu, cukup peduli.
Yang menjadi masalah dalam permainan game computer pada anak usia dini adalah proses interaksi guru dengan siswa. Guru sulit melakukan hubungan interaksi dengan siswa, sulit berkomunikasi dengan siswa, guru tidak bisa mengintervensi siswanya. Ini menunjukkan bahwa dunia anak jauh berbeda dengan orang dewasa, cara memahami hal yang sama juga sangat berbeda, apalagi dalam menangani masalah yang sama. Apa yang inginkan atau dipikirkan oleh orang dewasa belum tentu sama dengan yang dipikirkan dan inginkan oleh anak usia dini. Ini terlihat pada kondisi saat guru dan siswa bermain game bersama. Siswa (pemain) dan guru dalam situasi game memiliki agenda yang berbeda. Ini berarti bahwa mereka melihat game dalam dua cara yang berbeda. Pemain memiliki perspektif bermain pada permainan. siswa melihat permainan sebagai arena untuk kegembiraan dan persaingan. Guru memiliki perspektif pendidikan atau perspektif didactical pada situasi game. Dia tertarik dalam permainan, tapi pada saat yang sama menjadi tantangan pedagogis kepadanya bahwa dia memandang permainan sebagai titik tolak untuk percakapan dan pembelajaran melalui dialog. Guru pra sekolah tidak dapat mengintervensi siswanya dalam bermain game, guru lebih bersifat sebagai penonton.
Ada beberapa hal yang harus dipahami oleh orang dewasa tentang anak terutama pandangan anak terhadap permainan. Kebanyakan anak datang ke TK dengan pengetahuan tentang permainan komputer dan cara bermain mereka sendiri. Untuk itu anak-anak, bermain komputer game dengan cara bersama-sama dan bermain dengan cara sendiri. anak-anak melakukannya secara sukarela, karena menyenangkan dan menyenangkan. Untuk menjadi pemain yang baik berarti bagi mereka untuk dapat memecahkan masalah dan menang poin. Sehingga bermain game komputer mengandung unsur kompetisi, seperti permainan lainnya.  Ia tidak memiliki tujuan lain selain dirinya sendiri. Para pemain meninggalkan dunia nyata dan terlibat dengan aturan permainan.

Referensi :

Jumat, 25 Januari 2013

PROF. DR. SOEGENG SANTOSO, M.Pd DAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


(Tulisan ini hanya mencoba mengelaborasi pemikiran Prof. Dr. Soegeng Santoso, M.Pd sebagai pendiri PAUD di Indonesia berdasarkan beberapa referensi dari tulisannya di Koran dan penyampaiannya di perkuliahan)

Pendidikan Anak usia dini itu sangat penting, sebab jika pelaksanaan pendidikan pada usia pra sekolah berhasil dengan baik, maka pendidikan anak tersebut pada jenjang pendidikan berikutnya akan berjalan dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, Pendidikan Anak Usia Dini perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh, sebab pendidikan pada masa ini merupakan dasar pembentukan kepribadian dan seluruh aspek yang terdapat pada anak harus mendapat pelayanan yang maksimal. Pelayanan maksimal tersebut dapat dimediasi oleh Taman kanak-kanak yang program kegiatan belajar mengajar bertujuan; a) Mengembangkan daya cipta dan daya  pikir, b) Mengembangkan bahasa, c) Mengembangkan perilaku, d) Mengembangkan jasmani, e) Mengembangkan moral, emosional, sosial, dan disiplin. Semuanya dilakukan sebagai upaya pembinaan anak agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih lanjut.
Selanjutnya, dalam perkembangan dunia kontemporer dan munculnya teori-teori baru dalam psikologi dan pendidikan yang berimplikasi pada dunia pendidikan, maka beliau mengapresiasi itu dan pendidikan indonesia harus terbuka dengan itu, tapi yang beliau tekankan bahwa PAUD di Indonesia boleh menggunakan model dari Negara mana saja tetapi tidak sampai meninggalkan konsep yang dibuat oleh Ki Hadjar Dewantara dengan Perguruan Taman Siswanya. Dimana Ki Hadjar Dewantara menyebutkan dasar pendidikan Indonesia adalah Panca Darma yaitu; a) Kebangsaan, b) Kebudayaan, c) Kemerdekaan, d) Kemanusiaan, dan e) Kodrat alam. Ki Hadjar Dewantara juga memiliki konsep tentang kebudayaan yang perlu dikembangkan melalui tiga unsur yaitu konsentris, kontinyuitas, dan konvergensi, maksudnya kebudayaan kebangsaan Indonesia perlu dilestarikan dan dikembangkan dengan prinsip selalu berdasar kebudayaan nasional sehingga kebudayaan asing boleh masuk tetapi yang diterima sesuai dengan kebudayaan sendiri. Pendidikan yang diberikan kepada anak usia dini melalui berbagai cara antara lain; permainan, agama, nyanyian, irama, dongeng, cerita, olahraga, sandiwara, seni, lingkungan, bisa juga diadakan melalui lomba.
Karakter anak itu unik, tiap anak mempunyai karakter yang berbeda satu sama lain sehingga cara mendidiknya juga harus berbeda. Tiap anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan sendiri, walaupun secara umum periodenya sama dari masa bayi, masa anak-anak, masa sekolah, masa remaja, masa pubertas/dewasa. Selanjutnya, Prof. Dr. Soegeng Santoso, M.Pd menegaskan bahwa masa anak usia dini yaitu 0-8 tahun. Masa ini sering disebut Golden age (usia emas) karena penting sekali untuk dididik secara tepat supaya menjadi manusia yang berkualitas. Pada usia ini merupakan usia yang tepat untuk dibentuk pribadinya terutama yang berkaitan dengan agama, norma, nilai, kecerdasan (akal, budi/hati, raga dan rasa), kedispilinan, toleransi, dan lain-lain.
Dilain pihak, Prof. Dr. Soegeng Santoso, M.Pd menambahkan bahwa mengingat pentingnya PAUD dalam menunjang tumbuh dan berkembangnya anak, wajib belajar mestinya tidak dimulai dari sekolah dasar (SD) melainkan dimulai dari yang paling dasar, yakni taman kanak-kanak. Pada pendidikan anak usia dini tidak bolehkan mengajari atau belajar membaca, menghafal, atau menghitung tapi Prof. Dr. Soegeng Santoso, M.Pd menekankan bahwa pada PAUD hanya pengenalan huruf dan angka saja. Itupun dilakukan dalam bentuk bermain. Misalnya, mengenalkan anak pada bentuk benda, hewan, alat-alat, imajinasi, perasaan, dan pikiran anakpun dikembangkan. Tindakan ini jangan disalahkan, tapi diarahkan. Semuanya dilakukan dalam permainan yang riang gembira, sehingga secara tidak sadar anak-anak sudah menerima pendidikan. Permainan-permainan tersebut idealnya menggunakan alat-alat permainan yang berada didaerah setempat.
Menurut Prof. Dr. Soegeng Santoso, M.Pd, pendekatan dan prinsip pendidikan/pembelajaran pada anak usia dini, antara lain :
a.    Konsep belajar sambil bermain
b.    Kedekatan dengan lingkungan
c.    Alam sebagai sarana pembelajaran
d.    Anak belajar melalui panca inderanya
e.    Konsep kecakapan hidup
f.     Anak sebagai pembelajaran aktif
g.    Pendidik wajib dekat anak dengan penuh kasih saying
h.    Etika dan estetika perlu diberikan secara sederhana
Dalam Pendidikan usia dini juga sangat membutuhkan peran orang tua dalam menentukan keberhasilan PAUD, Prof. Dr. Soegeng Santoso, M.Pd menyatakan bahwa peran orang tua dalam mendidik anak usia dini di rumah antara lain:
a.    Perlu memberi contoh yang baik, etis, estetis, rasional
b.    Perlu menyanjung, member hadiah, jika menghukum harus edukatif (mendidik), jangan menyalahkan, tidak memanjakan dan tidak mengekang
c. Perlu memberi kepercayaan, kesempatan untuk mencoba sesuatu terutama dalam bermain
d. Perlu menanamkan kedisiplinan, kebersihan, toleransi, keberanian, keharmonisan, kekeluargaan, keadilan, perlindungan
e. Perlu diakui bahwa anak memiliki bakat dan mendidik, membimbing itu memberi pengaruh (lingkungan) yang positif supaya kepribadiannya terbentuk. Kepribadian manusia itu terbentuk karena dua factor yaitu factor dari dalam adalah bakat (pembawaan) dan factor dari luar yaitu lingkungan wujudnya pengaruh
f.     Perlu penjelasan biarpun singkat jika anak melakukan tindakan yang salah
g. Perlu menanamkan cipta, rasa, dan karsa kepada anak sesuai dengan usia perkembangan, pikiran, dan bahasanya.