Halaman

Sabtu, 21 Juli 2012

IRONI UU PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA

Pada saat perguruan tinggi di seluruh Indonesia lagi sibuk menerima mahasiswa baru, DPR mensahkan RUU PT yang sempat mengalami beberapa kali penundaan. Pengesahan ini diambil untuk memberi kepastian hukum pada semua Perguruan Tinggi Yang Berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN), sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Undang-Undang BHP telah di tolak oleh Mahkamah Konstitusi sehingga perlu dicarikan solusi terhadap perguruan tinggi yang sudah terlanjur berstatus BHMN karena masa transisi perguruan tinggi tersebut akan berakhir tahun ini. Beberapa Perguruan tinggi tersebut akhir-akhir ini juga
mengalami konflik internal sebagai dampak dari ketidakjelasan statusnya pasca putusan penolakan oleh MK atas UU BHP.
Sudah menjadi keniscayaan di Indonesia setiap ada produk Undang-Undang yang mau disahkan selalu diwarnai oleh kontroversi baik pro maupun kontra dari Undang-Undang tersebut. Bahkan sebelum disahkanpun sudah mendapat ancaman dari Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi), BEM Jawa Barat, dan lain-lain untuk menjudical review Undang-Undang ini jika sudah disahkan. Ketertutupan dan ketergesahan pemerintah untuk mensahkan Undang-Undang tersebut dinilai sangat merugikan pihak perguruan tinggi dan insan akademik, idealnya pemerintah perlu mensosialisasikan dan medialogkan RUU tersebut sehingga terjadi dialogis yang melahirkan saran dan masukan dari berbagai pihak yang terkena dampak UU tersebut dan mereka dapat menyalurkan aspirasinya sehingga melahirkan produk UU yang ideal untuk masa depan pendidikan Indonesia, tidak ada satu pihakpun merasa dirugikan karena ketidakterwakilan suara mereka dalam UU tersebut.

Intervensi Pemerintah
Undang-Undang ini melahirkan kuatnya intervensi pemerintah terhadap pengelolan perguruan tinggi, ini terlihat pada pasal 65 yang menyatakan perguruan tinggi di evaluasi oleh menteri dan pasal 66 bahwa status perguruan tinggi negeri ditetapkan melalui peraturan menteri. Melalui pasal-pasal ini bisa dilihat bahwa pemerintah berkehendak ingin mengendalikan dan mengontrol PT, melalui UU ini pemerintah berusaha mempertajam pengawasan terhadap mutu pendidikan. Seperti dibahasakan oleh Prof. Arif Rahman (Kompas, Rabu/18 Juli 2012) bahwa RUU tersebut setidaknya dapat mencegah terjadinya tindak korupsi intelektual (intellectual corruption) dan turut mengendalikan mutu pendidikan. Ia menyadari bahwa saat ini masih ada guru yang tidak menguasai ilmu yang dimilikinya secara benar, salah satunya alasannya adalah guru tersebut merupakan lulusan PT yang kurang memperhatikan mutu pendidikan para lulusannya.
Intervensi yang kuat dari pemerintah dapat merugikan perguruan tinggi dan membatasi kreativitas dan kebebasan PT dalam mengelola PTnya. Pemerintah seharusnya berkaca kepada perguruan tinggi maju di dunia, Semakin maju perguruan tinggi di dunia maka peran negara dalam pengelolaannya akan terus dikurangi, bahkan perguruan tinggi maju memiliki kemandirian dan kebebasan dalam mengelola rumah tangganya tanpa harus dibayang-bayangi oleh intervensi pemerintah. Pengamat pendidikan HAR Tilaar mengatakan, PT harus diberikan otonomi penuh dan tidak setengah-setengah. Berdasarkan pengalamannya mengamati pendidikan di mancanegara, intervensi pemerintah maupun agama justru dapat menghambat kemajuan, terutama mengenai pendidikan. Harusnya PT diberikan otonomi penuh karena ilmu pengetahuan takkan berkembang tanpa otonomi.
Melalui Pasal 66 juga pemerintah ingin mengontrol PT terutama perguruan tinggi swasta yang selama ini melakukan keliaran sehingga pemerintah dapat mengintervensi mereka dalam penentuan statusnya. Kekuatan yang besar dimiliki oleh pemerintah ini memungkinkan pemerintah bersifat otoriter ke Perguruan Tinggi. Kekuatan ini dapat digunakan untuk mempersulit  PT untuk memperoleh perijinan PT maupun yang lainnya. penekanan yang berlebihan ini dapat memberikan peluang kepada pihak pemerintah bermain mata dengan PT, ruang untuk melakukan tindak korupsi sangat besar.  Dengan alasan pengendalian mutu PT tetapi dijadikan lahan bisnis pendidikan.

Internasionalisasi Perguruan Tinggi
Dalam UU tersebut  pemerintah menginjinkan Perguruan Tinggi Asing atau Luar Negeri bisa mendirikan PT di Indonesia. Walaupun menurut Muhammad Nuh (kompas, Sabtu/14 Juli 2012) bahwa Perguruan Tinggi Asing yang beroperasi di Indonesia harus terakreditasi di negaranya. Selain itu, wajib bekerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia serta mengikutsertakan dosen dan tenaga kependidikan warga negara Indonesia. Dia akan mengeluarkan Peraturan Mendikbud yang mengatur perguruan tinggi asing. Dalam Permendikbud itu juga diatur mengenai lokasi perguruan tinggi asing dapat beroperasi dan program studi yang dapat diselenggrakan di perguruan tinggi itu. Semangat UU ini untuk mengisi kekosongan program studi yang tidak dimiliki oleh PT di Indonesia  karena membutuhkan biaya besar.
Dengan adanya internasionalisasi Perguruan tinggi maka nantinya akan sama dengan UU Migas,  akan ada pengalihan metode ataupun teknologi pendidikan, yang akhirnya perguruan tinggi asing akan mencengkeram pendidikan di Indonesia. Apalagi perguruan tinggi asing yang masuk ke Indonesia harus bersifat Nirlaba, mengarahkan pendidikan Indonesia dalam bentuk komersil. Ini menjadikan Indonesia sebagai lahan atau obyek pendidikan, mahasiswa terdidik dijadikan obyek untuk memenuhi kebutuhan pasar ataupun industri-industri Negara-negara maju dan akhirnya pendidikan di Indonesia akan kehilangan arah.
Sungguh ironis bahwa Undang-Undang yang sudah disahkan ini tidak banyak berbicara hal—hal yang substansi yang menjadi permasalahan dihadapi oleh bangsa indonesia saat ini seperti masalah pemerataan pendidikan. Tingginya kesenjangan pendidikan antara satu daerah dengan daerah yang lain luput dari perhatian UU ini. Padahal masalah ini harus diselesaikan dengan secepatnya, apalagi masyarakat kita masyarakat majemuk. Pemerintah seharusnya tidak hanya mendorong perguruan tinggi di Indonesia untuk mencapai puncak rangking dunia atau berkompetisi dengan perguruan-perguruan tinggi di dunia, tapi perguruan tinggi di Indonesia seharusnya didorong juga untuk mampu berkontrribusi dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat sekitarnya. Mendorong output mahasiswanya mampu mengelola sumber daya alam yang di miliki didaerahnya sebagai solutif terhadap persoalan hidup yang ada di masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar