Halaman

Selasa, 14 Agustus 2012

CINTA AKAN MENCARIMU


Untuk kesekian kalinya engkau hadir dalam mimpi ini bercerita tentang kebersamaan kita, lantunan suaramu tidak pernah berubah, menjadi magnet dalam diriku. menghentakkan badan, menghijabi diri dari tempat tidur. Duduk aku di sudut kamar tanpa penerangan, gelap..gelap segelap hatiku yang hampa. Merenungi titian sejarah yang engkau tuliskan dalam perjalanan hidupku. Kenapa engkau harus hadir disetiap pertiga malamku. Bukankah engkau merupakan masa laluku, waktu telah menutup lembaran-lembaran dialektika kita. Engkau bukanlah seperti malaikat yang menyampaikan wahyu kepada Utusan Allah. Yang membuat hati tak mau berjarak, selalu merindu dan menanti kehadiranmu, yang membuat hati mekar.
Engkau hanyalah seorang wanita yang mengganggu malam-malamku, menorehkan luka-luka di hati yang tak pernah di verban. Hati yang kubiarkan terus menganga tanpa balut, memerah seperti senja biar orang tahu bahwa cinta itu melukai, merindu itu penderitaan, sakit itu kenikmatan. Adakah sebuah makna yang ingin engkau cerita disetiap sapaanmu, Rasio dan jiwa telah engkau rebut yang mengantarkanku akan kesyirikkan dan kenafikan. Aku harus jujur bahwa engkau telah menghegemoni sadarku dan meninggalkan kehampaan. Setiap ku menghadap Kiblat, engkau mewujudkan diri dalam mendung yang menghijabi sinar matahari, menjadi tirai ruang keluh-kesah, mengkakukan lidah untuk berucap dzikir dan do’a padaNya.
Malam-malam akupun tak pernah berubah, memburuku dengan jelmaanmu, wajah polos yang masih fitri, tanpa noda accessories bedak yang menandakan engkau wanita modern. Senyuman yang kau banggakan, ingin menunjukkan lesung kedua pipimu. Engkau balut wajah itu dengan kerudung biru yang terurai keseluruh tubuhmu. Dengan Warna biru selalu engkau agung-agungkan, biru adalah identitasku, karena biru melambangkan kedamaian, keterbukaan, dan plural. Aku ingin orang melihat aku sebagai wanita yang selalu memberikan senyuman kepada setiap orang, memberikan kedamaian kepada setiap, dan terbuka pada siapa saja, bukan karena agama, bukan karena gender, ras, suku, Tapi karena Kemanusiaan, Kemanusiaan. Itu ucapmu setiap menggambarkan dirimu. Bagiku, engkau tidak hanya itu.. melebihi dari itu semua, warna tak mampu melukis dirimu, tinta akan luntur dari kanvas, engkau adalah perwakilan bidadari di bumi, engkau merupakan rembulan yang didamba oleh raja kegelapan, yang dinanti oleh malam.

………..

Aku harus kuat, aku harus bangun dari ini semua…. Ini sudah sepuluh tahun yang lalu, aku harus belajar melupakanmu, membiarkanmu terbunuh dalam sejarah kehidupanku. Waktu sepuluh tahun sudah cukup bagiku untuk mengumpulkan amunisi, aku masih kuat seperti dulu, aku sudah mengasah peluru ini, peluru yang terus ku asah, untuk melewati puih-puih perjalanan ini. Bukankah aku tak pernah mengeluh kepadamu atau bernampak lemah dihadapanmu. Tapi, biarkan aku mengingat dirimu untuk terakhir kalinya, walaupun itu kelihatan cengeng untukmu. Mengingat-ingat sejarah perjalanan kebersamaan kita yang terekam dalam memoriku. Ku tahu ini akan terasa sakit dan merajam jiwa, tapi inilah yang bisa kupersembahkan untuk terakhir kalinya bahwa aku mencintai dirimu. Engkau yang selalu super heboh sendiri, over ke-PD-an, kata yang selalu kau suka, kau banggakan dan selalu kau harap itu terucap dari mulutku setiap saat, karena menunjukkan bahwa aku sangat menyangimu. Dimana-mana kau membuat kekisruhan, hanya ingin menarik perhatian semua orang. Kau ingin menjadi pusat perhatian, kau ingin semua orang mencurahkan cintanya padamu. Engkau sibuk untuk menarik perhatian orang-orang di sekitarmu, mencari cinta untukmu. Sehingga engkau Melupakan ada orang yang selalu memperhatikanmu, mencintai dirimu walau tanpa kau melakukan itu. Kau tidak pernah peduli apa yang dirasakan orang ketika melihat tingkahmu, kau menghabiskan waktumu untuk menarik perhatian orang disekitarmu. Kau lupa bahwa aku mencintaimu, aku ingin bersamamu melewati dahaga kehidupan ini. Ku ingin engkau sudi memberikan tetesan hujan yang menyirami gersangnya kemarau cinta di hati ini dan mengakhiri penantian ini, merubah siklus kehidupan cintaku. Bersamamu ku menatap masa depan dan ku ikrarkan dalam hati bahwa tidak ada lagi pembanding dirimu, menerima dirimu seutuhnya, tanpa Tanya. Sejarah menyaksikan perjalanan kebersamaan kita, mencatat setiap ikrar janji yang terucap dari kita berdua, janji-janji kesetiaan yang selalu terucap sebelum kita tidur. Engkau selalu berbicara tentang kesetiaan, kesetiaan ikan layang-layang dalam cerita Karen White, “Ikan layang-layang yang setia kepada pasangannya seumur hidup, ketika salah satunya mati maka pasangannya akan tenggelam ke dasar lautan dan ikut mati”. Kau sangat iri pada ikan itu dan memimpikan kebahagiaan yang dirasakan oleh mereka. Mereka saling mencintai, tak berhenti menyayangi, tidak berhenti walaupun detik-detik terakhir mereka. Kau ingin aku seperti ikan layang-layang, selalu bersamamu dan mendampingimu. Kesetiaan butuh pengorbanan, kita harus menafikan diri kita untuk pasangan kita, ucapmu. Ini bukan persoalan perngorbanan sayang, bukan persoalan siapa yang harus mengorbankan diri ataupun menyerahkan dirinya untuk orang lain. Ini adalah persoalan kebersamaan, kebersamaan kita untuk kebahagiaan kita berdua. kita akan selalu bersama seperti ikan layang-layang jawabku. Aku tak pernah berhenti mencintaimu sedetikpun, aku menghirup napas kehidupan dari napasmu. Engkau rebahkan kepalamu didadaku, merasakan irama napas didada hanyalah bersyair namamu. Ku mainkan ujung ramput mu seperti boneka Barbie.

…………….
Aku harus menentukan arahku, tidak ada arah lain yang aku ikuti selain kebebasan darimu. Arah yang akan menuntunku ke puncak. Kenapa engkau terus diam tak berucap, apakah engkau takut kehilanganku. Jawablah dan berhentilah menangis, desahku. Bukankan kamu selalu bilang bahwa menangis itu adalah ketidakberdayaan, menangis itu penghambaan, menangis itu mengibaan. Aku ragu engkau mencintaiku, menyayangi diriku. Engkau hanya berucap dan merangkai kata untuk penyenang hatiku. Engkau berjalan meninggalkanku tanpa pernah menoleh, mengucapkan selamat tinggal. Walaupun untuk terakhir kalinya, engkau masih dengan kesombonganmu dan bertahan dengan keangkuhanmu, jangan kau ucap selamat tinggal tapi ucaplah sampai ketemu lagi, ucapmu. Masih dengan keyakinan dan over ke-PD-anmu. Kau begitu percaya dengan tauhidmu, dengan sabda-sabda Tuhanmu, janji-janji Tuhanmu. Pertemuan-pertemuan yang dijanjikan. Disini di atas nisanmu aku ingin melepasmu selama-lamanya, selamat jalan sayang….. semoga engkau merestui pilihanku ini. Maaf karena aku tak bisa menjadi ikan layang-layang dalam cerita Karen White, Bukan karena aku anti cintamu tapi justru menolong cinta kita, bukan ingin membasmi cinta tapi ingin menyuburkan cinta kita, hanya dalam hatiku. Hanya menjadi milikku seutuhnya.

 

Rabu, 08 Agustus 2012

GURU DAN UJI KOMPETENSI GURU (UKG)


Upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan di negeri ini tak akan pernah usai, setelah melalui upaya perubahan dalam undang-undang seperti lahirnya UU PT bulan Juli kemarin, sekarang pemerintah ingin meningkatkan kualitas pendidikan langsung pada titik nadi pendidikan yaitu pada peningkatan kualitas kompetensi guru melalui Uji Kompetensi Guru (UKG) yang dilaksanakan diseluruh Indonesia sebagai acuan pemetaan kompetensi guru di negeri ini. Langkah ini ditempuh sebagai konsekuensi Guru sebagai salah satu pihak yang paling menentukan keberhasilan dan kualitas pendidikan, mereka bagaikan obor penerang yang akan menerangi dan memberikan cahaya kepada siswa-siswinya. Untuk itu, guru perlu menampilkan diri sebagai sosok profesional,