Halaman

Jumat, 25 Januari 2013

PROF. DR. SOEGENG SANTOSO, M.Pd DAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


(Tulisan ini hanya mencoba mengelaborasi pemikiran Prof. Dr. Soegeng Santoso, M.Pd sebagai pendiri PAUD di Indonesia berdasarkan beberapa referensi dari tulisannya di Koran dan penyampaiannya di perkuliahan)

Pendidikan Anak usia dini itu sangat penting, sebab jika pelaksanaan pendidikan pada usia pra sekolah berhasil dengan baik, maka pendidikan anak tersebut pada jenjang pendidikan berikutnya akan berjalan dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, Pendidikan Anak Usia Dini perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh, sebab pendidikan pada masa ini merupakan dasar pembentukan kepribadian dan seluruh aspek yang terdapat pada anak harus mendapat pelayanan yang maksimal. Pelayanan maksimal tersebut dapat dimediasi oleh Taman kanak-kanak yang program kegiatan belajar mengajar bertujuan; a) Mengembangkan daya cipta dan daya  pikir, b) Mengembangkan bahasa, c) Mengembangkan perilaku, d) Mengembangkan jasmani, e) Mengembangkan moral, emosional, sosial, dan disiplin. Semuanya dilakukan sebagai upaya pembinaan anak agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih lanjut.
Selanjutnya, dalam perkembangan dunia kontemporer dan munculnya teori-teori baru dalam psikologi dan pendidikan yang berimplikasi pada dunia pendidikan, maka beliau mengapresiasi itu dan pendidikan indonesia harus terbuka dengan itu, tapi yang beliau tekankan bahwa PAUD di Indonesia boleh menggunakan model dari Negara mana saja tetapi tidak sampai meninggalkan konsep yang dibuat oleh Ki Hadjar Dewantara dengan Perguruan Taman Siswanya. Dimana Ki Hadjar Dewantara menyebutkan dasar pendidikan Indonesia adalah Panca Darma yaitu; a) Kebangsaan, b) Kebudayaan, c) Kemerdekaan, d) Kemanusiaan, dan e) Kodrat alam. Ki Hadjar Dewantara juga memiliki konsep tentang kebudayaan yang perlu dikembangkan melalui tiga unsur yaitu konsentris, kontinyuitas, dan konvergensi, maksudnya kebudayaan kebangsaan Indonesia perlu dilestarikan dan dikembangkan dengan prinsip selalu berdasar kebudayaan nasional sehingga kebudayaan asing boleh masuk tetapi yang diterima sesuai dengan kebudayaan sendiri. Pendidikan yang diberikan kepada anak usia dini melalui berbagai cara antara lain; permainan, agama, nyanyian, irama, dongeng, cerita, olahraga, sandiwara, seni, lingkungan, bisa juga diadakan melalui lomba.
Karakter anak itu unik, tiap anak mempunyai karakter yang berbeda satu sama lain sehingga cara mendidiknya juga harus berbeda. Tiap anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan sendiri, walaupun secara umum periodenya sama dari masa bayi, masa anak-anak, masa sekolah, masa remaja, masa pubertas/dewasa. Selanjutnya, Prof. Dr. Soegeng Santoso, M.Pd menegaskan bahwa masa anak usia dini yaitu 0-8 tahun. Masa ini sering disebut Golden age (usia emas) karena penting sekali untuk dididik secara tepat supaya menjadi manusia yang berkualitas. Pada usia ini merupakan usia yang tepat untuk dibentuk pribadinya terutama yang berkaitan dengan agama, norma, nilai, kecerdasan (akal, budi/hati, raga dan rasa), kedispilinan, toleransi, dan lain-lain.
Dilain pihak, Prof. Dr. Soegeng Santoso, M.Pd menambahkan bahwa mengingat pentingnya PAUD dalam menunjang tumbuh dan berkembangnya anak, wajib belajar mestinya tidak dimulai dari sekolah dasar (SD) melainkan dimulai dari yang paling dasar, yakni taman kanak-kanak. Pada pendidikan anak usia dini tidak bolehkan mengajari atau belajar membaca, menghafal, atau menghitung tapi Prof. Dr. Soegeng Santoso, M.Pd menekankan bahwa pada PAUD hanya pengenalan huruf dan angka saja. Itupun dilakukan dalam bentuk bermain. Misalnya, mengenalkan anak pada bentuk benda, hewan, alat-alat, imajinasi, perasaan, dan pikiran anakpun dikembangkan. Tindakan ini jangan disalahkan, tapi diarahkan. Semuanya dilakukan dalam permainan yang riang gembira, sehingga secara tidak sadar anak-anak sudah menerima pendidikan. Permainan-permainan tersebut idealnya menggunakan alat-alat permainan yang berada didaerah setempat.
Menurut Prof. Dr. Soegeng Santoso, M.Pd, pendekatan dan prinsip pendidikan/pembelajaran pada anak usia dini, antara lain :
a.    Konsep belajar sambil bermain
b.    Kedekatan dengan lingkungan
c.    Alam sebagai sarana pembelajaran
d.    Anak belajar melalui panca inderanya
e.    Konsep kecakapan hidup
f.     Anak sebagai pembelajaran aktif
g.    Pendidik wajib dekat anak dengan penuh kasih saying
h.    Etika dan estetika perlu diberikan secara sederhana
Dalam Pendidikan usia dini juga sangat membutuhkan peran orang tua dalam menentukan keberhasilan PAUD, Prof. Dr. Soegeng Santoso, M.Pd menyatakan bahwa peran orang tua dalam mendidik anak usia dini di rumah antara lain:
a.    Perlu memberi contoh yang baik, etis, estetis, rasional
b.    Perlu menyanjung, member hadiah, jika menghukum harus edukatif (mendidik), jangan menyalahkan, tidak memanjakan dan tidak mengekang
c. Perlu memberi kepercayaan, kesempatan untuk mencoba sesuatu terutama dalam bermain
d. Perlu menanamkan kedisiplinan, kebersihan, toleransi, keberanian, keharmonisan, kekeluargaan, keadilan, perlindungan
e. Perlu diakui bahwa anak memiliki bakat dan mendidik, membimbing itu memberi pengaruh (lingkungan) yang positif supaya kepribadiannya terbentuk. Kepribadian manusia itu terbentuk karena dua factor yaitu factor dari dalam adalah bakat (pembawaan) dan factor dari luar yaitu lingkungan wujudnya pengaruh
f.     Perlu penjelasan biarpun singkat jika anak melakukan tindakan yang salah
g. Perlu menanamkan cipta, rasa, dan karsa kepada anak sesuai dengan usia perkembangan, pikiran, dan bahasanya.


Minggu, 13 Januari 2013

KUALITAS GURU MERUPAKAN PROBLEMATIKA KEBANGSAAN

Republik Indonesia lahir berdasarkan berbagai rintisan-rintasan awal sejak kemerdekaan, salah satunya sebagaimana terikrarkan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini merupakan sebuah kesamaan idealisasi kebangsaan yang akan menjadi spirit perjuangan untuk memajukan republik ini, menyatukan misi dari ujung barat pantai aceh sampai daerah pesisir papua. Tanpa ada pembedaan baik dalam bentuk ras, etnis, suku, maupun strata sosial.
Salah satu instrument yang paling menentukan dalam merealisasikan isi pembukaan UUD 1945 tersebut adalah kualitas guru. Peran guru merupakan ujung tombak proses pendidikan. Oleh karena itu, problematika-problematika yang dihadapi guru harus segera mendapatkan solutifnya. Lingkaran-lingkaran jebakan harus segera diputus. Cukuplah sejarah masa orde baru sebagai referensi kelam terhadap nasib guru, dimana Fase demi fase itu telah dilalui oleh guru, pengalaman gelap menjadi guru pada masa orde baru, sosok guru menjadi anak tiri yang berdampak pada rendahnya kualitas guru. Sebuah keniscayaan jika terjadi seleksi alam, minat menjadi guru sangat rendah, menjadi pilihan terakhir generasi pada masanya, generasi yang berkualitas lebih memilih profesi yang lain dari pada menjadi guru, oleh karena tidak adanya jaminan kesejahteraan hidup. Generasi yang berkualitas menjadi candu dengan profesi guru. Kita membutuhkan generasi yang berkualitas yang berkecimpun dalam proses pendidikan Indonesia. Kita membutuhkan guru yang berkualitas, sebagaimana Negara-negara maju lainnya. Seperti Amerika dalam pidato Miriam Kronish membahasakan bahwa masa depan pendidikan di Amerika ditentukan oleh sebuah kekuatan, yaitu guru-guru yang professional. Guru profesionalah yang menjadi gelombang masa depan Amerika. Pemikiran ini juga dianut oleh Kaisar Hirohito, bahwa Guru adalah penentu kemajuan suatu bangsa. Ketika Hiroshima dan Nagasaki hancur pada tahun 1945, dalam pidato pertamanya beliau menanyakan jumlah guru yang masih hidup dari peristiwa pemboman tersebut.
Sebuah ironi yang dialami oleh bangsa Indonesia, berdasarkan Survei dari World Bank yang melibatkan sedikitnya 12 negara di Asia menunjukkan, kualitas pendidikan Indonesia berada pada posisi terendah se-Asia. Riset lainnya yang dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA) juga menunjukkan hal yang sama, yaitu kemampuan siswa-siswa Indonesia dalam bidang Matematika dan Sains cenderung terpuruk.  Menurut Retno Listyarti mengatakan, menurunnya kualitas pendidikan Indonesia, tidak lain disebabkan oleh kualitas guru yang rendah. “Karena guru tidak berkualitas, jadi anak didiknya pun tidak berkualitas. Walaupun pemerintah pasca reformasi melahirkan kebijakan untuk meningkatkan kualitas guru dengan mengadakan program sertifikasi guru. Namun program ini tidak berdampak terhadap peningkatan kualitas guru, salah satu penyebabnya karena program ini masih menggunakan standar formalitas sertifikat maupun ijazah yang dimilikinya, pelaksanaan proses pembelajarannya tidak dievaluasi. Begitu juga, meningkatnya kesejarteraan guru sebagai konsekuensi dari program sertifikasi guru ternyata tidak berbanding lurus dengan peningkatan kualitas guru. Oleh karena, sudah menjadi rahasia umum bahwa penggunaannya bukan untuk membeli buku atau untuk aktifitas yang mengasah kualitas pengajaran guru tapi guru lebih mementingkan penggunaannya untuk barang-barang yang bersifat pretise sosial maupun untuk biaya sekolah anaknya.
Anies Baswedan, seorang guru harus mesti menguasai dua konsep dasar, yaitu Pengajaran (Pedagogi) dan Kepemimpinan. Guru harus mengerti dan bisa mempraktikkan konsep pedagogi yang efektif agar tujuan pendidikan tercapai. Guru haruslah senantiasaa up-to-date terhadap ilmu pedagogi., Meninggalkan pola teaching centered learning menjadi student centered learning. Karena teacing centered learning akan melahirkan manusia-manusia yang pandai menghafal dan menjawab informasi-informasi yang disampaikan oleh guru, bukan manusia yang mendefinisikan dunia dan menjawab tantangan dunia dengan ide-ide kritisnya. Untuk itu Guru harus selalu belajar meningkatkan kualitas dirinya. Bukan saja belajar tentang metode pengajaran tapi dia harus terus berlatih mempraktikkan pendekatan pembelajaran kontemporer berdasarkan kontekstual siswa dan kebudayaan setempat. Senada dengan itu, menurut Conny R. Semiawan, sekolah yang hanya menghadirkan tukang ajar yang baik sekalipun, akan menghasilkan robot-robot yang terpasung daya kreatifnya yang tidak mampu memajukan ilmu, melainkan hanya menggunakannya. Yang dimaksud dengan tukang ajar adalah mereka yang mengajar tanpa imaginasi edukatif, yaitu mereka yang bermonolog didepan kelas tanpa memberi tugas membaca untuk pengolahan pikiran dan perasaan peserta didik dalam proses pengembangan keterampilan dan/atau keterampilan mental. Hal ini ditekankan lagi oleh Munif Chatib bahwa Siswa sekarang bukan hanya belajar TAHU APA tapi BISA APA, sumber daya manusia saat ini sangat membutuhkan kemampuan bisa apa agar tidak ditaklukkan oleh perkembangan dunia yang pesat. Amatlah naïf, jika guru hanya membekali siswanya dengan pengetahuan tanpa dia dapat melakukan atau mempraktikkan banyak hal yang dibutuhkan bagi kehidupannya kelak.
Selanjutnya guru adalah pemimpin di kelas. Guru mesti memberikan contoh yang baik kepada siswa di kelas. Akhlak guru memancar menjadi inspirasi pembentukan karakter peserta didik dikelasnya. Memberikan motivasi bagi siswa di kelas. Senada dengan itu, Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa guru sebagai pemimpin kelas adalah guru yang menerapkan system among dalam pembelajarannya. Sistem among merupakan suatu metode pembelajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh.  Dalam sistem among, pendidik memberi kemerdekaan, kesukarelaan, demokrasi, toleransi, ketertiban, kedamaian, kesesuaian dengan keadaan dan menghindari perintah dan paksaan. Sistem among yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara antara lain: Pertama, Ing ngarso sung tuladha, artinya pendidik berada di depan sebagai teladan bagi anak. Kedua, Ing madya mangunkarsa, artinya pendidik berada di tengah membangun kemauan dengan memberikan kesempatan anak  mencoba berbuat sendiri. Dan ketiga, Tut wuri handayani, artinya pendidik berada di belakang memberi dorongan dan memantau aktivitas anak dengan memberi  kebebasan yang luas selama tidak membahayakan anak. 


Referensi :
Chatip Munif, Gurunya Manusia: Menjadikan Semua Anak Istimewa Dan Semua Anak Juara. Bandung; Kaifa, 2012
Semiawan Conny, Belajar Dan Pembelajaran Dalam Taraf Usia Dini, Jakarta; Prehalindo, 2002
Maryatun Ika Budi dan Hayati Nur, Pengembangan Program Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: UNY, 2010

Selasa, 08 Januari 2013

CINTAKU SEKERAS DOROMPURI

Senja kemerah-merahan mulai hilang di ujung Barat Langit Madapangga, matahari  telah tenggelam dibalik gunung dorompuri, Desa Mpuri yang terang kini kian pudar cahayanya, jarak pandangpun mulai remang-remang, yang akhirnya akan hilang dan digantikan dengan kabut gelap. Lama ia memandang ke barat, hanya Gunung Dorompuri yang tertutup kabut yang ia lihat. Perlahan-lahan ia berjalan lemah kembali menuju sarangge1 di beranda rumahnya, diperbaikinya rimpu2 yang ia kenakan, entahlah sudah puluhan kali dia memperbaiki rimpu-nya walau tidak ada yang salah dengan posisi ataupun rias rimpu yang membalut wajah dan tubuhnya, hanya karena kegelisahanlah yang membuat dia bersikap seperti itu. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dan melepas napas panjang, yang menandakan ia dalam kebingungan. Tidak seperti biasa suaminya pulang terlambat begini, sejak mereka menikah 17 tahun yang lalu, kalaupun dia akan terlambat pulang pasti memberitahu dulu paginya ataupun menitip pesan pada orang-orang dikampung yang sudah pulang dari tadi sore.  Ya Allah Ya Rabbi.. kenapa dia terlambat pulang, apa gerangan yang terjadinya pada dirinya, adakah arang yang melintang dijalan? Cetusnya dalam beribu pertanyaan yang tak mampu dia jawab sendiri.   
“Dia belum juga pulang”, suara penuh kesedihan yang tak keluar dari lubuk hatinya. Kesedihan dan kekhawatiran terlukis dari raut wajahnya, wajah yang mulai menua, mulai dihinggapi bintik-bintik hitam, tapi tetap nampak cantik yang menunjukkan bekas-bekas kecantikan masa remajanya, sehingga dia menutup wajahnya dengan rimpu mpida3  sampai dipersunting oleh Ama4 Sile. Seandainya Allah mengkaruniakan dia seorang anak dalam pernikahannya, mungkin Ina5 Hawa tak akan segelisah ini. Ia akan menyuruh anaknya pergi menyusul dan mencari tahu keadaan Ama Sile, atau Ama Sile tidak akan sendirian di sawah, akan ada yang menemani atau menjaganya jika ia mengalami masalah di sawah. ataupun Ina Hawa tidak akan sendirian disini, akan ada orang yang menemani, meyakinkan perasaanku bahwa tidak terjadi apa-apa sama ama sile, dan menenangkan hatiku, membisikkan kata-kata indah yang mententramkan hatiku, impian Ina Hawa untuk menghapus kekuatirannya.
Berdiri Ina Hawa dari sarangge dan berjalan menuju pintu pagar rumahnya, menoleh kiri-kanan mengikuti arah jalan yang menuju ke sawah, mengharap sesosok tubuh Ama Sile tertangkap oleh mata kecemasannya. Sejauh matanya memandang tanda-tanda kehadiran Ama Sile belum juga Nampak, hanya cahaya lampu-lampu obor yang berbaris disetiap pintu pagar rumah penduduk yang terlihat. Sesekali dia melihat bayangan kelelawar yang dipancarkan oleh sinar obor melintasi jalan raya, berburu buah pohon kapuk. Jeritan kelelawar yang berebut buah pohon kapuk memecah kekosongan pikiran Ina Hawa.

Ini pertama kalinya ia merasakan kesunyian menyenyatkan hati, senandung kesepian yang terbingkai dalam kerinduan. menyadari bahwa ia tak bisa terpisah dari Ama Sile. Berjanji dalam hati tak ingin bersikap kasar lagi sama Ama Sile, dia sudah cukup menderita selama ini, ia selalu berusaha membahagianku, walau ia tahu tampak muka Ama Sile menceritakan kekecewaan karena sudah 17 tahun mereka bersama tapi ia belum mempersembahkan anak seorangpun. Seharusnya dia yang marah padaku, menyalahkanku. Bukankah ia selalu meminta kepadaku untuk berkonsultasi ke dokter. Tapi, Aku tak kuasa melakukan itu, aku tak punya keberanian untuk mendengar vonis bahwa aku mandul, tak bisa melahirkan anak, tak akan pernah merasakan menggendong seorang bayi dari rahimku sendiri. Ia selalu mengajarkanku akan kesabaran dan pengharapan, Ia mewujudkan dirinya sebagai pembelaku dalam menghadapi setiap sindiran dari orang tuaku maupun keluarganya, menghapus deraian air mata dari rongga-rongga mataku yang menganga.
…..
Diingatnya bahasa Ama Sile saat pertengkaran tadi malam, bukannya aku tak ingin menikah lagi, dia wanita cantik dan berhati baik yang ingin kau persembahkan untukku, aku harus mengakui bahwa aku tergoda dan mengagumi kecantikan serta keikhlasan dia. Itu sudah manusiawi ketika manusia punya perasaan seperti yang aku rasakan. Karena, semuanya sudah inheren dalam setiap diri insan manusia. Aku harap jangan kamu mengajari aku dengan ayat dan sabda-sabda Tuhan, apalagi hanya untuk melegitimasi ke-ego-anmu, hanya ingin menampakkan ketaatan dan kepatuhanmu terhadap ayat-ayat Tuhan. Walau engkau sendiri belum paham apa itu keikhlasan dan keadilan. Ini bukan hanya persoalan kita berdua, tapi persoalan aku, kamu, dan wanita itu. Belum tentu, aku dan kamu dapat berbuat adil sama wanita itu, apalagi keluarga kita semua. Bukannya aku melakukan makar terhadap ayat dan sabda-sabda Tuhan, aku sangat menyadarinya sebagai konsekuensi Tauhidku. Aku hanya ingin belajar menjadi Muhammad yang tidak pernah menduakan Khadijah, Aku hanya ingin belajar menjadi Imam Ali yang tidak pernah menyakiti hati Fatimah Azzahra dengan tidak membagi cintanya. Ini adalah jalan yang harus kita lalui, jalan yang membuat kita memiliki pengharapan, memiliki penantian, dan membuat kita bersimpuh disetiap pergantian malam dengan syair-syair permohonan akan kehadiran sebuah sintesis dari raga kita berdua. aku harap engkau jangan melaknatku dengan kesesatan dan bersuara keras dihadapanku karena aku berbeda dengan jalan pikiranmu.

Kau tak bisa jauh dariku, ucap Ama Sile. Aku lebih memahamimu dari pada apa yang kau ketahui, waktu 17 tahun sudah cukup mengajariku untuk melukismu. Jangan lagi memintaku untuk berbagi cinta yang akan menampakkan kebodohanmu. Kau ingin Nampak berbesar hati dan sabar dengan menerima keinginan wanita itu, Nampak ikhlas dengan memintaku menikahi wanita itu. Kesabaran dan keikhlasan bukan mewujud ketika dalam rumah ini memiliki dua makmum, tapi termanifestasi ketika kita sabar dan ikhlas menerima rumah ini belum dikarunia seorang anak. Berumah tangga bak dua orang yang berperahu mengarungi samudera luas, butuh kebersamaan dan seirama symphony melodi untuk mencapai tepian. Biarkanlah nada-nada itu seirama sehingga kita bisa mengarahkan perahu ini melewati badai dan kegelapan. Menjadikan badai dan kegelapan sebagai penari latar dalam lagu yang kita mainkan. Jangan biarkan perahu itu tenggelam, terhanyut oleh badai karena perahu itu tanpa kemudi. Sebab, Kemudinya lagi mengurus pasangannya yang masih ragu melewati samudera. Kemudinya yang tak lagi mengarahkan perahunya karena menghabiskan waktunya untuk mengarahkan awaknya, kemudi yang tak lagi menambal kebocoran perahunya karena lagi mengatur awaknya.  Begitu juga dengan rumah tangga kita, sudah 17 tahun kita melewati jalan dengan rumah ini. Kita butuh kebersamaan, saling mendukung untuk melewati jalan ini. Aku tak ingin kau sakit sehingga aku harus mengurusmu dan melupakan kemudi rumah ini. Tahukah kamu sayang… ketika kamu punya masalah akulah pembelamu, tapi aku tak ingin menghabiskan tenagaku untuk menyelesaikan masalah dalam pikiranmu.  
.....
Assalamu ‘alaikum, sapa Ama Sile. Kenapa Ina di situ. Tersentak Ina Hawa terbangun. Berlari ia menuju Ama Sile seperti anak kecil yang berlomba mengharap rangkulan dari ibunya. Menangis ia tersendak-sendak, menghapus kekuatiran dan kecemasannya dalam pelukan Ama Sile.
Kenapa Ina.. kenapa Inaaa???? Tanya Ama Sile dengan kebingungan melihat tingkah Ina hawa.
Jangan pernah tinggalkan Ina, Ina tidak bisa hidup tanpa Ama, maafkan Ina yang selama ini menyakiti hati Ama, yang selalu meminta Ama menikah lagi. Ina ingin selalu bersama Ama, sampai nyawa ini terpisah dari tubuh ini, hanya kematian yang menghijapi kita Ama. Ucap Ina Hawa dengan tangisan.
Ssssssssttttttttttttt…… sahut Ama Sile
Ndak baik ngomong begitu, setiap kata yang terucap adalah doa dihadapan Allah SWT. Nanti Allah meng-ijabah kata-kata Ina. Akupun mencintai Ina dengan sepenuh hatiku. Ingin selalu bersama dengan Ina dalam kesederhanaan yang kita miliki ini. Sampai perahu yang kita naikki ini sampai ke tepian.
Sudah Ina.. ayo kita masuk, malu dilihat sama tetangga. Ajak Ama Sile
Di bawanya Ina Hawa yang tergulai dalam pelukannya masuk ke dalam rumah, sesekali dia mencium keningnya untuk mendamaikan hati Ina Hawa. Dikuatkannya hati Ina Hawa bahwa ketika kita dalam ketiadaan, dalam ketidakmilikian apa-apa, yakinlah bahwa itu pertanda reski Tuhan akan menyapamu. Persiapkan diri kita untuk menyambut reski itu, sehingga kita menjadi orang yang layak menerima reski itu.

Catatan :
1.    Sarangge (bale) yaitu kursi dari bambu yang biasa di simpan di halaman rumah
2.    Rimpu merupakan cara berpakaian kaum wanita di Bima yaitu menggunakan kain sarung untuk menutupi kepala dan badan, sehingga yang terlihat hanya wajah, atau bahkan hanya bagian mata.
3.    Rimpu mpida merupakan cara berpakaian kaum wanita di Bima yaitu menggunakan kain sarung untuk menutupi kepala dan badan sehingga yang kelihatannya hanya bagian mata saja. Atau seperti cadar ala bima.
4.    Ama, yaitu ayah, bapak.
5.    Ina, yaitu ibu, mama.